MANADO, TeropongRakyat.com – Pepatah “sudah jatuh, tertimpa tangga” kini dialami oleh PS (70), bos salah satu perusahaan penyedia mesin incinerator atau alat pembakar sampah. Setelah mengalami kerugian miliaran rupiah akibat kekurangan pembayaran atas lima unit mesin yang dijual ke pihak kontraktor, PS kini justru ikut terseret dalam kasus hukum yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado.
PS, yang seharusnya menjadi korban karena belum menerima pelunasan pembayaran dari kontraktor PT. ANM dan CV. JS, kini dianggap turut bersalah oleh penyidik Kejari Manado dalam kasus dugaan korupsi pengadaan incinerator di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Manado tahun anggaran 2019.
Masalah bermula ketika perusahaan milik PS tidak dapat menjual langsung mesin incinerator ke DLH Manado karena mekanisme pengadaan harus melalui lelang. Untuk menyiasatinya, PS menggandeng dua perusahaan kontraktor yakni PT. ANM dan CV. JS sebagai pihak yang mengikuti proses lelang dan menjembatani transaksi.
PT. ANM kemudian menawarkan empat unit mesin dengan nilai kontrak Rp9,8 miliar, sementara CV. JS menawarkan satu unit senilai Rp990 juta, khusus untuk membakar limbah medis. Namun dalam praktiknya, PS tidak terlibat secara langsung dalam proses lelang dan hanya menjadi penyedia barang di belakang layar.
Menurut catatan yang disampaikan oleh pihak PS, hingga saat ini perusahaan baru menerima pembayaran sebesar Rp7 miliar dari PT. ANM, dari total yang seharusnya Rp8,8 miliar. Sementara CV. JS baru membayar Rp100 juta dari total kewajiban Rp802 juta. Dengan demikian, total kekurangan pembayaran yang belum diselesaikan mencapai lebih dari Rp2,5 miliar.
Karena belum dilunasi, PS menahan pengoperasian lima unit mesin incinerator tersebut hingga pembayaran diselesaikan sepenuhnya. Hal ini kemudian dijadikan dasar oleh Kejari Manado sebagai indikasi adanya kerugian negara karena mesin-mesin tersebut belum difungsikan sejak dibeli pada tahun 2019.
Sebelumnya, Kejari Manado telah menetapkan tiga tersangka utama dalam kasus ini, yaitu T.J.M selaku mantan Plt. Kadis DLH Kota Manado tahun 2019, A.A Direktur PT. ANM, dan F.R.S Direktur CV. JS. Ketiganya diduga terlibat dalam penyimpangan proses pengadaan yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp9,69 miliar.
Karina, putri dari PS, menilai bahwa tudingan terhadap ayahnya adalah bentuk kriminalisasi. Ia menyebut bahwa penyidik telah keliru menggiring opini publik seolah-olah PS ikut bertanggung jawab, padahal perusahaan milik PS adalah salah satu pihak yang dirugikan dalam perkara ini.
“Sebagai pihak yang belum dibayar lunas, seharusnya orang tua kami dilindungi, bukan dikorbankan. Kami berharap Kejari Manado dan Pemkot Manado lebih bijak melihat persoalan ini dan mencari solusi yang adil, bukan malah memperkeruh keadaan,” tegas Karina.
Karina mendesak agar kasus ini ditangani secara objektif dan meminta agar aparat penegak hukum tidak menjadikan korban sebagai kambing hitam dalam perkara yang sudah berlangsung lebih dari lima tahun.(Tim)