MANADO, TeropongRakyat.com– Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sulawesi Utara, Dr. Transiswara Adhi, S.H., M.Hum., bersama Asisten Bidang Tindak Pidana Umum, Mohamad Faid Rumdana, S.H., M.H., dan jajaran dari bidang tindak pidana umum pada Selasa, 15 Oktober 2024, melaksanakan ekspose perkara Restorative Justice (RJ) secara virtual di Kantor Kejati Sulut.
Ekspose ini dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Prof. Dr. Asep Nanang Mulyana, S.H., M.Hum., serta Direktur Orang dan Harta Benda (Oharda), Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H., beserta jajarannya.
Salah satu perkara yang dibahas adalah perkara Restorative Justice dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sangihe atas nama tersangka Jos Fernando Matei, yang disangka melanggar Pasal 49 huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Lingkup Rumah Tangga.
Kejati Sulut DR. Andi Muhammad Taufik.,SH,.MH melalui Kasi Penkum Januarius Bolitobi.,SH dalam rilis tertulis menjelaskan bahwa kejadian bermula pada bulan Maret 2017 di Asrama Intel Korem 131, Kota Manado, ketika terjadi pertengkaran antara korban, Marjelin Lahindo, dan tersangka yang merupakan suaminya.
“Setelah peristiwa tersebut, tersangka meninggalkan istri dan anaknya tanpa memberikan nafkah. Korban akhirnya menanggung sendiri biaya hidup dan pendidikan anaknya dengan bekerja sebagai pengasuh dan berjualan barang secara online. Perbuatan tersangka yang menelantarkan keluarganya membuat korban merasa keberatan,” ujarnya.
Namun, menurut Januarius setelah dilakukan upaya perdamaian oleh Kejari Sangihe, kedua belah pihak mencapai kesepakatan damai, yang disaksikan oleh saksi-saksi dan perwakilan masyarakat di Sangihe. Berdasarkan hal tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Sangihe mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kejati Sulut.
“Setelah mempelajari kasus tersebut, Wakajati Sulut, Dr. Transiswara Adhi, menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dengan sejumlah pertimbangan, di antaranya: tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana di bawah 5 tahun, korban telah memaafkan tersangka, serta tersangka menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya. Permohonan ini disetujui pada 15 Oktober 2024 oleh Direktur Oharda,” ungkapnya.
Selain perkara dari Kejari Sangihe, dilakukan juga ekspose lima perkara Restorative Justice lainnya, yang berasal dari Kejari Minahasa dan Kejari Minahasa Selatan, di antaranya:
1. Kejari Minahasa:
– Perkara kekerasan terhadap anak dengan tersangka Chriestovan Manoppo.
– Perkara penganiayaan dengan tersangka Hendra Lengkong.
– Perkara kekerasan dalam rumah tangga dengan tersangka Rama Rugian.
2. Kejari Minahasa Selatan:
– Perkara penganiayaan dengan tersangka Feri Wondal.
– Perkara penganiayaan dengan tersangka Vijay Lumapow Umboh.
Setelah mendengar pemaparan masing-masing Kepala Kejari, Wakajati Sulut juga menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap kelima perkara tersebut. Hal ini diputuskan karena pihak korban dan pelaku telah berdamai, memenuhi syarat sesuai Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspose perkara ini turut dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Negeri Sangihe, Minahasa, dan Minahasa Selatan beserta jajaran.(One/red)