
MANADO, TeropongRakyat.com – Sidang lanjutan praperadilan terkait penyitaan emas seberat 18,73 kg milik Hj. Lilis Suryani Damis melawan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Utara (Sulut) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Kamis (12/09/2024).
Pada sidang kali ini, kuasa hukum pemohon Hj. Lilis Suryani Damis menghadirkan dua saksi ahli dari Universitas Samratulangi Manado yaitu DR. Michael Bahrama SH., MH., ahli hukum pidana dan acara, dosen Fakultas Hukum Unsrat Manado dan DR. Abdurrahman Konoras, Dosen Fakultas Hukum ahli Perdata.
Kedua saksi ahli tersebut memberikan penjelasan mengenai prosedur hukum penyitaan barang bukti. Mereka menyoroti proses penyitaan emas yang dianggap janggal, di mana barang bukti baru saja diserahkan oleh penyidik selama lima menit, namun kemudian langsung disita kembali untuk dilakukan penyelidikan awal.
Kuasa hukum Hanafi Sale.,SH menjelaskan menurut pendapat ahli dalam persidangan, tindakan penyitaan barang bukti 18.73 kg emas tersebut tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, terutama dalam kaitannya dengan tahapan penyitaan dan pengembalian barang bukti. Menurut Hanafi, bahwa proses penyitaan harus melalui tahapan yang jelas dan terukur, termasuk pemberian waktu yang cukup untuk pengkajian barang bukti oleh pihak terkait sebelum dilakukan penyitaan kembali.
“Pendapat ahli penyitaan barang bukti bahwa sejatinya harus memenuhi ketentuan yang diatur oleh undang-undang itu sendiri, kita mengacu pada pasal 38 ayat 2 yang pada intinya keadaan yang sangat mendesak itu wajib hukumnya tanpa harus ada ijin ketua pengadilan terlebih dahulu, itu dapat dilakukan,” ujar Hanafi Sale, kepada wartawan di PN Manado, Kamis (12/09).
Menurutnya jika keadaan normal dan tidak mendesak wajib hukumnya harus ada ijin dari ketua PN.
“Sedangkan keadaan yang normal-normal itu wajib hukumnya memenuhi pasal 38 ayat 1, wajib hukumnya harus ada ijin ketua pengadilan negeri setempat,” jelas Hanafi.
Hanafi mengungkapkan bahwa fakta yang terjadi bahwa penyitaan tanggal 7 Agustus tanpa ijin ketua pengadilan.
“Dikaitkan dengan fakta yang ada, termohon itu sejak awal telah melakukan penyitaan yang tanpa ijin ketua pengadilan tanggal 7 itu, sudah dilakukan penyelidikan tanggal 2 sudah, LP juga sudah menurut apa yang disampaikan penyidik,” ungkap Hanafi.
“Dihubungkan dengan kondisi itu, berarti ada fakta keadaan ketika itu tidak mendesak maka wajib hukumnya harus ada ijin ketua pengadilan terlebih dahulu baru dilakukan penyitaan gitu semestinya. Didalam sidang tadi kita adu debat, karena memang apa yang disampaikan hakim itu adalah tepat bahwa yang kaitan dengan Praperadilan itu formil perkara yang disangkakan termohon kepada pemohon,” pungkasnya.
Sidang praper ini merupakan bagian dari upaya Hj. Lilis untuk mendapatkan keadilan atas penyitaan emas miliknya yang diduga dilakukan secara tidak sah oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut. Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan jumlah emas yang signifikan dan dugaan penyimpangan prosedur hukum.
“Saya minta keadilan ditegakan, mohon keadilan,” singkat Hj. Lilis.
Sementara itu, kuasa hukum DR. Santrawan Paparang., SH.,MH.,meminta media ikut mengontrol kasus ini karena diduga ada menyimpang dari ketentuan hukum.
“Diperlakukan secara menyimpang dari ketentuan, oleh karena itu mohon kontrol,” kata Santrawan.
Santrawan juga mengungkapkan bahwa seluruhnya yang diajukan dalam persidangan, mereka mampu membuktikan, dan putusan ada ditangan hakim. Ia juga meminta bahwa apapun putusannya nanti sama-sama harus menghormati.
“Kami sudah mampu membuktikan, selanjutnya kita lihat untuk putusan bukan kewenangan kami, putusan adalah kewenangan dari hakim, kami hanya mampu untuk membuktikan bahwasanya apa yang diajukan dalam praperadilan seluruhnya kami mampu untuk membuktikan. Apapun hasilnya sama-sama kita hormati. Perjuangan masih belum selesai,” pungkasnya.
Sidang akan kembali dilanjutkan pada Jumat 13 September 2024, dengan agenda pembuktian dari pihak termohon, Ditreskrimsus Polda Sulut.(One/red)