
MANADO, TEROPONGRAKYAT.COM — Mantan Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Utara (Sulut) A-P mengungkapkan dirinya menjadi korban Rudapaksa hingga melahirkan seorang anak oleh oknum aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan anggota Walhi Nasional berinisial E-R alias Edo. Peristiwa memilukan ini terjadi pada Februari 2014 silam, namun baru terungkap setelah AP melayangkan surat keberatan kepada Walhi pusat pada 6 Juni 2023 lalu.
Dalam surat keberatannya, korban AP menguraikan detail kejadian yang dialaminya serta dampak psikologis yang ditimbulkan akibat kekerasan seksual tersebut. Ia berharap Walhi Nasional akan merespons dan mengambil tindakan tegas terhadap pelaku.
“Kejadian tahun 2014 saat Walhi daerah Sulut mengadakan kegiatan tahunan dan malamnya oknum ini mengajak saya ke salah satu tempat karaoke untuk refreshing, karena saya menghormati dia sebagai perwakilan dari Walhi nasional, disitu saya perempuan hanya sendiri ada berapa kawan-kawan dari LBH Manado,” ungkap korban A-P kepada wartawan di Manado, Senin (15/07/2024).
Lanjut AP, tak disangka didalam tempat karaoke tersebut telah disediakan minuman keras yang diduga telah direncanakan oleh pelaku E-R.
“Saya kaget di dalam ada minuman dan minuman itu saya tidak tau siap yang pesan dan pulang dari tempat karaoke posisi saya dalam keadaan tidak sadar dan oknum mengantar saya ke kantor kemudian membopong saya dari tempat parkir ke ruangan, saya tidak menemukan kunci kamar yang saya taru didalam tas, terpaksa saya tidur di dapur dengan posisi masih memegang tas saya kemudian setelah pagi saya bangun dengan posisi saya ada di dalam kamar sudah menganti baju daster, ada saksi yang melihat namanya aba Mansyur menurut keterangan beliau ketika saya menanyakan siapa yang membawa saya ke dalam kamar? kemudian siapa yang menganti baju saya ? Beliau katakan oknum tersebut,” bebernya.
Menurutnya setelah kejadian tersebut beberapa bulan kemudian sering mengalami mual dan muntah-muntah.
“Perubahan ditubuh saya terjadi, haid tidak lancar setelah empat bulan mual-mual, segala macam itu terjadi itu baru saya pahami ternyata saya hamil,” ungkapnya.
Saya sudah melaporkan kejadian ini ke Walhi Nasional namun tidak mendapat respon.
“Pada tanggal 6 Juni 2023 yang lalu saya sudah melayangkan surat keberatan dan pengeluhan kepada Walhi nasional, namun sampai saat ini proses Perlindungan terhadap saya dan anak tidak dilakukan,” kesalnya.
Korban juga mengaku telah melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian namun tidak ada tindak lanjutnya.
“Saya sudah laporkan ke Polda Sulut namun hanya sebatas diarahkan ke konseling saja, tidak diarahkan penanganan lanjut,” kata korban.
Menurut korban, dia hanya memperjuangkan hak anaknya yang selama ini tidak pernah dia dapatkan dan membesarkan anaknya dengan susah payah seorang diri.
“Saya hanya meminta hak anak saya itu aja, sampai sekarang yang saya perjuangkan tidak pernah direspon, anak saya itu selama ini tidak tau yang harus dihadapi,” tandasnya.
Sementara itu kuasa hukum korban, Febronesco Takaendengan, S.H. mengaku akan terus mengawal kasus ini dan meminta Walhi nasional segera mengambil langkah tegas terhadap oknum tersebut.
“Korban meminta perlindungan hukum karena tidak mendapat titik terang dari Walhi nasional, oleh karena itu dia meminta perlindungan hukum termasuk mencoba sekali lagi untuk melaporkan kepada pihak kepolisian supaya ada titik terang, kami sebagai kuasa hukum akan mengambil langkah-langkah hukum akan bertandang ke Polda Sulut bagaimana caranya, agar perkara dapat berjalan sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Korban berharap melalui pengungkapan kasus ini, kesadaran akan pentingnya penanganan kasus kekerasan seksual dapat meningkat, dan korban lainnya yang mungkin belum berani berbicara akan terdorong untuk mengungkapkan pengalaman mereka.(One/red)